-->
  • Jelajahi

    Copyright © Harian Wangon | Pelopor Media di Banyumas Barat
    Best Viral Premium Blogger Templates

    ads

    Menu Bawah

    Trah Kolopaking Muncul Pertama Pada Era Kerajaan Mataram Islam

    Adimaki
    Minggu, 09 Maret 2025, 01.07.00 WIB Last Updated 2025-03-08T18:09:12Z

    Makam Tumenggung Kolopaking Yang Ada Di KEBUMEN Jawa Tengah. Gambar Diambil Dari Fakta Sejarah Bangsa

    HARIANWANGON - KEBUMEN, Berawal dari Kebumen, Ini Sejarah Munculnya Trah Kolopaking
    Kolopaking, sebuah nama yang disematkan oleh orang-orang tertentu, terdengar seperti sebuah marga yang berasal dari luar Jawa. Sebut saja nama Penyanyi Novia Kolopaking, Anita Kolopaking, Soemitro Kolopaking, dan Kolopaking-Kolopakin­g lainnya.

    Padahal sesungguhnya nama Kolopaking muncul dari tanah Jawa, tepatnya di daerah Kebumen, Jawa Tengah. Bahkan di sana ada sebuah hotel mewah bernama Grand Kolopaking.

    Di Kebumen, Kolopaking merupakan sebuah trah. Keberadaan trah Kolopaking pertama kali muncul pada era Kerajaan Mataram Islam. Nama “Kolopaking” sendiri berasal dari kata “kelapa” yang artinya buah kelapa, dan “aking” yang artinya kering.

    Tumenggung Kolopaking 3. Gambar diambil dari Fakta Sejarah Bangsa

    Saat Keraton Pleret dikuasai pemberontak Trunojoyo, Amangkurat I melarikan diri dan bermaksud mencari bantuan VOC ke Batavia. Di tengah perjalanan ia terluka dan jatuh sakit. Saat tiba di wilayah Panjer (sekarang Kebumen), hari sudah larut malam.
    Ia tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan. Saat itulah ia singgah di rumah Kertawangsa atau Ki Panjer III yang merupakan penguasa daerah tersebut.
    Saat itu, Kertawangsa bermaksud memberi tamunya air kelapa muda. Tapi karena langit sudah gelap dan hujan turun, dan tidak memungkinkan memanjat pohon kelapa untuk memetik kelapa muda, sehingga kemudian Ki Kertawangsa memberikan air kelapa tua (kelapa aking). Ternyata hal ini membuat kondisi Amangkurat I berangsur membaik.
    Sebagai bentuk rasa terimakasihnya, Amangkurat I mengangkatnya sebagai tumenggung untuk wilayah Panjer (sekarang Kebumen) dengan gelar Kanjeng Raden Adipati Tumenggung (K.R.A.T) Kelapa Aking (memerintah 1677-1710). Tidak hanya itu, Amangkurat I juga menikahkan puterinya, R.Ay. Kaleting Abang dengan Kertawangsa. Pengucapan Kelapa Aking lama lama berubah menjadi Kolopaking.

    Gelar jabatan Tumenggung ing Panjer sebenarnya memang secara turun temurun melekat pada diri Kertawangsa. Ia merupakan cicit dari Tumenggung ing Panjer pertama yaitu Ki Bodronolo (1642-1657) dan cucu dari Ki Hastrosuto (1657-1677) yang memiliki anak bernama Ki Curigo, ayah dari Kertawangsa. Sepeninggal Kertawangsa (Kalapaking I) jabatan ini diteruskan oleh putranya, Ki Bagus Mandingin yang bergelar KRT Kalapaking II (1710-1751), kemudian oleh cucunya Ki Bagus Sulaiman yang bergelar KRT Kalapaking III (1751-1790). Jabatan tumenggung dijabat oleh keluarga Kolopaking hingga Kalapaking IV (1790-1833).

    Berada di daerah perbukitan Desa Kalijirek, Kebumen, terdapat makam Tumenggung Kolopaking. Gerbang makam itu dapat dicapai setelah menapaki sekitar 11 anak tangga. Di sana ada bangunan yang cukup besar.
    Di luar bangunan itu, terdapat beberapa makam yang bertuliskan “Rd. Ng. Mangoenatmojo” meninggal pada 10 Oktober 1928, dan “Rd. Ayu. Mangoenatmojo”, wafat pada 31 Juli 1932. Lalu ada makam tunggal yang pada nisannya terdapat huruf Arab dan Jawa.
    Di lokasi pemakaman itulah Tumenggung Kolopaking I dan Tumenggung Kolopaking IV dimakamkan. Kondisi makam sendiri terawat dengan baik karena ada seorang kuncen yang ditugaskan khusus untuk merawat tempat itu.

    Seiring berjalannya waktu, penyebutan nama Kelapa Aking mengalami perubahan menjadi Kolopaking dan digunakan secara turun temurun dalam keluarga keturunan Kertawangsa hingga saat ini.

    Banyak tokoh yang berasal dari trah Kolopaking. Salah satunya adalah Soemitro Kolopaking. Dia terkenal dengan Bupati Banjarnegara tiga zaman yaitu zaman kolonial Belanda, zaman pendudukan Jepang, dan masa republik Indonesia.
    Selain Soemitro Kolopaking, ada pula Novia Kolopaking, penyanyi Indonesia yang hidup di era masa kini. Selain bernyanyi, istri dari budayawan Emha Ainun Najib itu pernah juga tampil di sejumlah serial televisi seperti Keluarga Cemara dan Siti Nurbaya.

    Selama ±300 tahun dari 1642 - 1942, Kebumen telah memiliki 11 Tumenggung/Bupati. yaitu:
    1. Bodronolo (1642-1657)
    2. Hastrosuto (1657-1677)
    3. Kalapaking I (1677-1710)
    4. Kalapaking II (1710-1751)
    5. Kalapaking III (1751-1790)
    6. Kalapaking IV (1790-1833)
    Tahun 1642 adalah tahun ketika Ki Bodronolo diangkat oleh Sultan Agung sebagai pemimpin Panjer. Dari Kepemimpinan Ki Bodronolo sampai Kolopaking IV waktu itu namanya masih Kabupaten Panjer, belum bernama Kabupaten Kebumen. Kabupaten Panjer adalah basis pendukung P. Diponegoro.
    Barulah setelah perang Diponegoro berakhir, Belanda bekerjasama dengan Tumenggung Arung Binang IV menghancurkan Kabupaten panjer dan Kolopaking IV wafat. Kemudian Belanda mengangkat Arung binang IV menjadi bupati baru dan mendirikan Kabupaten Kebumen di bekas wilayah Kabupaten Panjer.
    Dinasti Arung Binang memerintah kebumen mulai dari Arung Binang IV sampai Arung Binang VIII
    7. Arung Binang IV (1833-1861)
    8. Arung Binang V (1861-1890)
    9. Arung Binang VI (1890-1908)
    10. Arung Binang VII (1908-1934)
    11. Arung Binang VIII (1934-1942)
    Tahun 1942 adalah akhir dari pemerintahan Arung Binang VIII setelah Jepang memasuki Kebumen pada tahun 1942.***


    Penulis : Abror Subhi, dikutip Fakta Sejarah Bangsa
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Pendidikan

    +
    close
    close