HARIANWANGON - BLORA JAWA TENGAH, Harga lahan yang tinggi menjadi batu sandungan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Kabupaten Blora.
Meskipun pemerintah daerah telah menyiapkan kawasan peruntukan industri (KPI), realisasi investasi masih terganjal karena negosiasi harga tanah yang sulit.
Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) Blora mencatat, saat ini terdapat 14 titik KPI yang tersebar di 11 kecamatan dengan total lahan mencapai 1.224 hektare.
Namun, dari jumlah tersebut, hanya sembilan yang sudah ditempati perusahaan. Sementara lima titik lainnya masih kosong tanpa aktivitas industri.
Kepala Bapperida Blora, Mahbub Junaidi, mengungkapkan bahwa kendala utama yang dihadapi investor adalah mahalnya harga tanah di kawasan industri Blora.
Selain itu, akses jalan yang belum memadai serta keterbatasan sumber daya air juga menjadi faktor penghambat.
Mahbub menjelaskan bahwa negosiasi harga tanah menjadi tantangan terbesar dalam menarik investor.
“Sebagian besar investor mengeluhkan harga tanah di Blora yang terlalu tinggi. Ini menjadi kendala utama saat mereka hendak membuka pabrik di sini,” ujarnya.
Selain harga lahan yang melambung, kondisi infrastruktur juga menjadi keluhan. Beberapa kawasan industri di Blora menghadapi kendala serius, seperti akses jalan yang rusak dan keterbatasan sumber air.
Salah satu contoh adalah kawasan industri di Dukuh Kedinding, Desa Ngraho, Kecamatan Kedungtuban.
Jalan provinsi di daerah ini masih dalam kondisi rusak dan sempit, sehingga menyulitkan akses transportasi.
Sementara di Pos Ngancar, keterbatasan sumber air menjadi hambatan bagi calon investor yang membutuhkan pasokan air dalam jumlah besar untuk produksi mereka.***
Sumber : BloraUpdates