HARIANWANGON - BROMO, Mengawali proses itu pasti butuh waktu lama. Mulai dari cari lokasi, buka jalur, observasi, pengolahan tanah, ngatur perairan, treking tanam-panen, distribusi hasil panen, pengembangan lahan. Belum lagi jika lokasi yg didapat sangat tersembunyi dan curam. Belum lagi kalau cuaca sedang ekstrem berbulan2. Belum lagi jika lahan yang dibidik nggak cocok, harus cari lokasi lain lagi. Proses itu nggak akan cukup dilakukan selama 2-3 tahun untuk trial-error.
Kondisi Singkong Saat Ditemukan:
Tinggi 1-2 meter, siap panen. Usia tanaman 5-6 bulan. Artinya ada 2x panen dalam 1 tahun. Jika lokasinya lebih dari 2 tempat, artinya waktu panen bisa diatur bergantian. Bisa jadi panen dilakukan setiap bulan dari lokasi yang berbeda. Yang artinya mereka sudah menguasai teknik tanam dan sistem pengelolaannya.
Aturan Baru:
Penutupan jalur pendakian Semeru pertama dilakukan karena pandemi 2020, terus erupsi 2021-2022, dan cuaca ekstrem 2023-2024. Sekalinya dibuka, ada aturan wajib pendamping dengan salah satu alasannya biar nggak tersesat.
Padahal jalur Semeru sangat jelas dan hampir nggak ada percabangan. Jadi khawatir pendaki tersesat kemana?? Ke lahan?
Begitu juga dengan larangan penggunaan drone dengan alasan khawatir mengganggu ekosistem dan satwa liar di hutan. Khawatir mengganggu apa khawatir kebongkar? 😅
Jika dilihat dari luas lahan singkong dan beberapa titik yang ditemukan, kemungkinan ladang itu sudah ada sejak sebelum pandemi. Ingat, membuka lahan baru di trek curam dan tersembunyi itu butuh waktu lama. Apalagi lahannya ada di banyak titik, dan luas.***
Sumber : Khoirul Anam