-->
  • Jelajahi

    Copyright © Harian Wangon | Pelopor Media di Banyumas Barat
    Best Viral Premium Blogger Templates

    ads

    Menu Bawah

    Stok Beras Dalam Kondisi Aman, Konsumen Lebih Suka Beli Eceran Atau Karung Ukuran Kecil

    Adimaki
    Senin, 18 Maret 2024, 16.09.00 WIB Last Updated 2024-03-18T09:09:15Z

     

    Pekerja Memikul Karung Beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Rabu (13/3/2024). Beras Untuk Lebaran Dipastikan Aman. (Foto: Indonesia.go.id)

    HARIANWANGON - JAKARTA, Berdagang lebih dari belasan tahun, para pedagang beras di tanah air, baru kali (2024) ini pusing kepala. Lazimnya harga beras melonjak manakala stok dan pasokan berkurang. Kali ini beda. Stok lebih dari cukup, hanya saja harga konsisten terus menanjak.

    "Hari-hari ini adalah ujian bagi kami para pedagang beras eceran. Harga beras sudah tidak terkendali, saya pusing menentukan harga jual. Pembeli mulai berkurang dan kalaupun ada, mereka pilih beras karung kecil atau beli secara eceran saja. Pembeli sudah jarang ambil beras ukuran 20 kilogram. Saya masih stok beras karung 50 kilogram untuk pelanggan lama," ujar Arsyad, pedagang beras di Lenteng Agung, Jakarta,  kepada media milik Kementerian Kominfo GPR News Sabtu (2/3/2024), sebagaimana disimak www.indonesia.go.id

    Lonjakan harga beras mulai terasa pada pertengahan Januari 2024 dan mencapai puncaknya selepas hari pemungutan suara Pemilihan Umum 2024, 14 Februari 2024 lalu. Setiap minggu, harga bergerak naik antara Rp700--Rp1.000 per kg.

    Sebagai contoh, beras varian terbaik merek Durian Petruk ukuran 20 kg dari biasanya Rp275.000, melonjak menjadi Rp350.000. Begitu juga varian beras merek BMW yang harganya menyentuh Rp335.000 untuk ukuran 20 kg.

    Lantaran harga tinggi itu, para pedagang bersiasat dengan menawarkan kemasan hemat. Yakni, beras dengan karung ukuran 5--10 kg. Selain itu juga menjual secara eceran dengan banderol harga paling mahal di  Rp16.000 per liter atau naik Rp3.000 dibandingkan sebelumnya.

     

    Fluktuasi Harga

    Merujuk data www.infopangan.jakarta.go.id, fluktuasi harga beras di ibu kota mulai terjadi pada 19 Februari 2024. Pada tanggal itu, beras dihargai rata-rata Rp15.084 per kg. Sedangkan pada saat yang sama, di Pasar Induk Beras Cipinang dan Pasar Induk Kramatjati, harga beras sudah menyentuh Rp16.000 per kg.  Sebagai perbandingan, pada awal Februari 2023, beras premium dijual dengan harga Rp13.420 per kg. Sementara itu, beras medium Rp11.780 per kilogram.  

    Kenaikan beras awal tahun ini telah melampaui harga eceran tertinggi (HET) beras yang ditetapkan oleh pemerintah dan berlaku sejak Maret 2023. Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) nomor 7 tahun 2023 tentang HET Beras, pemerintah telah menetapkan harga beras jenis premium dan medium dibagi dalam tiga zona wilayah di Indonesia.

    Zona 1 meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi, HET beras medium senilai Rp10.900/kg sedangkan beras premium Rp13.900/kg. Di Zona 2 meliputi yang Sumatra, selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan, HET beras medium sebesar Rp11.500/kg dan beras premium Rp14.400/kg. Lalu di Zona 3 yang meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp14.800/kg.

     

    Fenomena El Nino

    Kenaikan harga beras saat ini, demikian kata Presiden Jokowi, ketersediaan cadangan beras pemerintah (CBP) di Gudang Bulog Batangase Maros, Kamis (22/2/2024), dipengaruhi oleh anomali musim El Nino. Akibatnya, pasokan di pasaran menjadi berkurang. El Nino yang terjadi pada 2023 mempengaruhi hasil panen.

    Fenomena itu tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di dunia. Beberapa negara pemasok beras dunia seperti India menghentikan ekspornya dan fokus di dalam negeri.  Sementara itu, pada saat sama permintaan terus mengalami kenaikan.

    Di dalam negeri, potensi panen pada Maret 2024 diperkirakan mencapai 3,51 juta ton. Produksi panen ini menjadi kabar baik untuk meredakan kenaikan harga memasuki bulan Ramadan. Jumlah ini dinilai cukup memasok kebutuhan nasional sebesar 2,5 juta per bulan.

    Namun secara tahunan Indonesia mesti tetap waspada. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan potensi produksi padi pada empat bulan pertama di 2024 baru akan menyentuh 18,59 juta ton gabah kering giling (GKG). Angka itu turun 3,95 juta ton GKG atau 17,54 persen dibandingkan periode sama pada tahun lalu, yakni 22,55 juta ton gabah kering giling.

    Merujuk pemberitaan  Reuters, yang mengutip pernyataan Peter Clubb, analis dari International Grains Council (IGC) yang berbasis di London produksi beras Indonesia diperkirakan turun drastis pada 2024, menyusul dampak El Nino yang menghantam pada 2023. Ujungnya, kemungkinan besar akan membuat impor Indonesia tetap di atas rata-rata pada 2024.

    Sementara itu, BPS mencatat sepanjang 2023, Indonesia mengimpor 3,06 juta ton beras. Angka impor ini merupakan tertinggi sepanjang lima tahun terakhir. Negara asal impor terbesar adalah Thailand, Vietnam, dan Myanmar. Pada 2024, angka impor beras diperkirakan mencapai 3,6 juta ton. Jumlah itu meningkat 1,6 juta ton dari perencanaan awal sebanyak 2 juta ton.

    Impor beras itu ditargetkan masuk pada Januari--Maret 2024. Artinya, jauh sebelum panen raya. Dengan demikian, beras impor akan memperkuat cadangan beras pemerintah dan keperluan bantuan sosial.  

    Merujuk data pemerintah, cadangan beras dipertahankan di level 1,2 juta ton. Patokan ini penting sebagai salah satu jurus menstabilkan harga pangan. Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan, dalam keterangan tertulisnya, meminta pemerintah agar menggelontorkan stok yang dimiliki di gudang-gudang beras dan penggilingan ke pasar-pasar tradisional. Di sisi lain, IKAPPI juga meminta pemerintah untuk menggenjot produksi di 2024.

    Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menegaskan, kenaikan harga beras yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, bukan hanya faktor El Nino. Sejumlah faktor tersebut, di antaranya, kenaikan ongkos input produksi seperti pupuk, benih, sewa lahan, upah pekerja, dan lainnya.  

    "Kita dalam delapan bulan terakhir mengalami defisit beras karena konsumsi lebih besar dari produksi. Kebutuhan nasional kita itu di kisaran 2,5--2,6 juta ton tiap bulannya. Sedangkan surplus beras kita di 2023 lalu sebanyak 340.000 ton. Sekarang ini harga GKP sudah mulai turun di kisaran Rp7.100 per kilogram," jelas Arief.

    Dalam pengamatan Arief, kenaikan harga beras salah satunya terjadi lantaran masih mahalnya harga gabah kering panen (GKP) di kisaran Rp8.600 per kg pada Januari hingga awal Februari 2024. Cara mudah mengetahui harga beras menurutnya adalah dengan menghitung dua kali lipat dari harga GKP.

     

    Cara Menurunkan Harga

    Pemerintah, sebagaimana dilaporkan media Kementerian Kominfo  GPR News, Kamis (22/2/2034), telah melakukan beragam cara untuk menurunkan harga beras. Di antaranya melalui penguatan cadangan beras pemerintah dan turun langsung menggelar operasi pasar di berbagai tempat.

    Bulog telah menggelontorkan beras SPHP baik ke pasar tradisional maupun di ritel-ritel modern. Bulog juga telah membanjiri beras SPHP ke Pasar Induk Cipinang. Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan, peluncuran beras SPHP merupakan bentuk intervensi lainnya yang dilakukan oleh Bulog untuk mengurangi kontraksi harga sehingga secepat mungkin diharapkan dapat menurunkan tensi harga beras di pasaran.

    Dalam acara diskusi daring Forum Merdeka Barat 9 Kementerian Komunikasi dan Informatika bertema "Persiapan Ramadan, Kondisi Harga Bahan Pokok" yang diadakan di Jakarta, Senin (4/3/2024), Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Sumatra Selatan, Ahmad Muslim menerangkan, kenaikan harga beras biasa terjadi menjelang Ramadan karena faktor psikologis masyarakat untuk memastikan kebutuhannya tetap aman. Sehingga, mereka cenderung membeli lebih banyak dari biasanya.   

    Meski masih bisa ditutupi oleh impor, dalam jangka panjang perlu adanya strategi sistematis untuk memanfaatkan potensi besar Indonesia sebagai negara agraris. Faktor utama rendahnya produksi beras di Indonesia adalah luas lahan padi yang masih minim, yaitu sekitar 810,2 juta hektare (ha). Idealnya, untuk mencapai swasembada, dibutuhkan luas lahan padi 40 juta ha dengan asumsi 500 meter persegi per kapita.  

    "Perubahan iklim juga menjadi faktor utama yang membuat Indonesia rentan terhadap penyakit tanaman padi. Karena itu, diversifikasi beras dengan varietas yang lebih sehat juga perlu dipertimbangkan," ucapnya.

    Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim dalam kesempatan sama meminta masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kebutuhan beras untuk dikonsumsi. Menurutnya, tindakan panic buying yang dilakukan masyarakat bukan karena tidak ada beras di pasaran. Melainkan, dilakukan karena ingin mendapatkan harga yang lebih murah. Fenomena panic buying itu, kata dia, justru bisa menyebabkan harga menjadi lebih buruk lagi.

    Karim berharap, masyarakat dapat berbelanja secara bijak dan menyesuaikan dengan kebutuhan. Bahkan, jika pada tahun-tahun sebelumnya tidak ada program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) hingga ke ritel modern, maka untuk 2024 disediakan. Apabila merasa takut dengan harga beras yang meningkat, kata dia, pemerintah sudah menyiapkan alternatif beras program SPHP dari Perum Bulog.

    Senada dengan Karim, Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Widiriani dalam kesempatan sama juga meminta masyarakat untuk tidak belanja berlebihan. Karena tindakan itu bisa menimbulkan sampah makanan (food waste).

    Pemerintah, masih kata Rachmi,  untuk saat ini juga memutuskan untuk tidak mengubah HET beras. kendati harga komoditas tersebut. "Presiden sudah menetapkan bahwa HET tidak akan dinaikkan karena situasinya memang sedang anomali. Nanti kalau HET dinaikkan, maka harga bakal naik terus," katanya.***


    Sumber : Indonesia.go.id

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Pendidikan

    +
    close
    close