Pertemuan Tokoh-tokoh Islam di Masjid Istiqlal Jakarta, Raisi: ISIS Merusak Citra Islam. (Foto: voaindonesia) |
Berbicara di Masjid Istiqlal, setelah mengikut salat zuhur berjamaah, Presiden Iran Ibrahim Raisi menegaskan tentangannya terhadap milisi ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah), yang menurutnya telah merusak citra Islam. Ia merujuk pada organisasi teroris yang berupaya mendirikan kekhalifahan di bagian utara Irak dan Suriah pada 2014. Iran adalah negara pertama yang menyampaikan kesediaan menjadi anggota pasukan koalisi untuk melawan ISIS.
Islam adalah agama yang memperhatikan kaum yang lemah dan tidak berdaya, yang mendorong persatuan dan kesatuan umat, bukan agama yang memprovokasi terjadinya pertikaian dan perpecahan, ujar Raisi dengan bantuan penerjemah dari Kedutaan Besar Iran di Jakarta.
"Kita melihat (ISIS) dapat menarik banyak pemuda pemudi, yang ditarik, yang ditipu. Berbagai pembunuhan brutal dilaksanakan oleh kelompok yang keluar dari agama ini. Slogannya adalah slogan Islam tapi jauh dari nilai-nilai Islam," kata Raisi.
Pemimpin yang mulai berkuasa sejak tahun 2021 itu juga mengajak semua umat Islam untuk memberi perhatian dan membantu perjuangan Palestina, dan juga umat Islam yang sedang mengalami penindasan, seperti warga Muslim-Uighur di Myanmar.
Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri MUI Bunyan Saptomo, yang hadir dalam pertemuan di Istiqlal itu, mengatakan para tokoh organisasi Islam juga mendengarkan pandangan Raisi mengenai persahabatan antara Indonesia dan Iran.
"Dia (Ibrahim Raisi) menyampaikan peran masjid sangat penting bagi umat Islam. Bukan hanya tempat ibadah, tapi juga sebagai tempat untuk pembinaan umat, pemajuan umat, pusat ilmu pengetahuan, dan pusat penanggulangan kemiskinan. Jadi aspek sosialnya yang ditekankan," ujar Bunyan.
Raisi memuji bangsa Indonesia dan umat Islam di Indonesia yang begitu aktif dalam berbagai kegiatan internasional untuk perdamaian dunia, tambahnya. Ia juga menawarkan kerja sama di bidang kebudayaan.
Presiden Jokowi dan Presiden Iran dalam pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (23/5). Kedua pemimpin sepakat mendukung perjuangan rakyat Palestina dan membantu mengatasi konflik di Afghanistan. (Foto: Courtesy/Biro Setpres)
Pengamat Timur Tengah di Universitas Indonesia Yon Machmudi menilai kunjungan Raisi, pemimpin negara muslim Syiah, ke sebuah negara mayoritas Muslim di dunia yang merepresentasi aliran Sunni, merupakan hal penting. Meskipun menyatukan Sunni dan Syiah membutuhkan waktu, tapi setidaknya hal itu sudah dimulai, ujar Yon.
"Tapi langkah itu sebenarnya sudah dimulai. Sinyalnya ketika normalisasi (hubungan) Saudi dan Iran sudah dilakukan. Ini menjadi sebuah pijakan pertama untuk bisa memperluas komunikasi dengan dunia Islam yang lain," tutur Yon.
Yon menambahkan pertemuan Raisi dengan tokoh-tokoh organisasi kemasyarakatan Islam adalah sebuah sinyal bahwa Iran sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Indonesia, meskipun harus diakui sebagian besar masyarakat Indonesia masih sulit menerima keberadaan kelompok Syiah.
Menurutnya, relasi Indonesia dan Iran saat ini muncul karena keterbukaan yang terjadi di Iran, yang memang menginginkan bisa bekerjasama dengan negara lain. Normalisasi hubungan Iran-Arab Saudi pada awal Maret lalu merupakan peristiwa yang sangat penting dan dimanfaatkan baik sekali oleh Iran untuk melakukan kerja sama dengan banyak negara.
Raisi, tambah Yon, juga merupakan pemimpin yang sangat kuat karena berasal dari kalangan ayatollah yang memiliki wewenang sangat luas. Itulah sebabnya kebijakan Raisi senantiasa didukung oleh struktur politik yang ada di Iran. Dibanding presiden Iran sebelumnya, Raisi dinilai lebih terbuka dan menghormati kebijakan negara-negara tetangganya.
Sehari sebelum berbicara di Masjid Istiqlal, Raisi bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor. Kedua pemimpin negara tersebut membahas situasi geopolitik dunia dan menyepakati sejumlah kerja sama, antara lain dalam pemberantasan peredaran gelap narkoba.
Sumber: voaindonesia.com