Penyerahan hasil keputusan Komisi Bahtsul Masail Konferensi Wilayah (Konferwil) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta. (Foto: NU Online/Aru) |
HARIANWANGON - Komisi Bahtsul Masail Konferensi Wilayah (Konferwil) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta memutuskan tes rapid, tes swab antigen dan PCR, serta Genose untuk mendeteksi virus Covid-19 tidak membatalkan puasa.
Hal tersebut disampaikan KH Luqman Hakim Hamid, pemimpin sidang Komisi Bahtsul Masail Konferwil PWNU DKI Jakarta, Sabtu (3/4).
Kiai Luqman menjelaskan bahwa penggunaan tes rapid tidak membatalkan puasa karena dianalogikan (qiyas) kepada praktik hijamah (bekam), sama-sama mengeluarkan darah dari anggota badan, dan bekam sendiri tidak membatalkan puasa.
"Sebab Nabi Muhammad SAW sendiri melakukan bekam pada saat berpuasa," kata Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hamid, Jakarta Timur itu.
Sementara itu, penggunaan Genos tidak membatalkan puasa karena dalam praktiknya, hanya mengeluarkan angin dari nafas ke sebuah plastik. Angin yang tertampung di plastik dimasukkan ke dalam sebuah alat tes Covid-19.
Adapun penggunaan PCR tidak membatalkan puasa karena memiliki tiga alasan. Pertama, alat pendeteksinya berupa benda padat dan kering. Alat itu tidak mungkin mencair sehingga tidak berpotensi masuk ke dalam perut.
Kedua, benda padat dan kering tersebut dimasukkan tidak melampaui batas paling bawah atau ujung tenggorokan. Ia masih berada pada makharij (tempat keluarnya) huruf Ha (ح) dan Kha (خ) serta tidak sampai menyentuh pada makharij (tempat keluarnya) huruf Hamzah (ء) dan Ha (ه).
Sebab, lanjutnya, makharij huruf Ha (ح) dan Kha (خ) masih dihukumi fisik yang lahiriyah (dzhahir). Jika ada benda menyentuhnya tidak dapat membatalkan puasa. Sementara makharij huruf Hamzah (ء) dan Ha (ه) adalah termasuk fisik yang dalam (bathin). Jika ada sesuatu yang sampai padanya akan membatalkan puasa.
Terakhir, alasan PCR tidak membatalkan puasa adalah karena benda pengambil lendir yang masuk ke dalam mulut dianalogikan (qiyas) kepada aktivitas berkumur (istinsyaq) berwudhu ketika berpuasa di bulan Ramadhan. Aktivitas ini tetap diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa selama air kumuran tersebut tidak sampai masuk ke dalam perut.
Lebih lanjut, Alumnus Pondok Pesantren Ploso, Kediri, Jawa Timur itu menjelaskan bahwa penggunaan swab antigen tidak membatalkan puasa. Alasannya karena alat pendeteksinya berupa benda padat dan kering yang tidak mungkin mencair yang berpotensi masuk ke dalam perut.
Selain itu, benda padat dan kering tersebut dimasukkan ke dalam hidung yang masuk berada di wilayah hidung, dan tidak melampaui batasan bagian hidung yang paling dalam (aqsha al-anfi) yang diistilahkan juga dengan al-khatitsum.
Benda tersebut masuk ke dalam rongga hidung dianalogikan (qiyas) kepada aktivitas memasukan air ke dalam hidung (istinsyaq) pada saat wudhu ketika berpuasa tetap diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa selama benda tersebut tidak melampaui batasan hidung yang paling dalam.
Lebih jauh, Ketua LBM PWNU DKI Jakarta KH Mukti Ali Qusyairi menyampaikan bahwa keterangan kitab-kitab fiqih klasik, hidung itu ada muntahal khaitsum. "Kalau tidak melampaui tidak batal, kalau melampaui batal," katanya.