Ilustrasi: freepik |
HARIANWANGON - Saat berpuasa, seringkali seseorang merasa ragu dengan keabsahan puasanya. Apakah masih sah atau tidak? Misalnya karena tanpa sengaja, tidak tahu, atau lupa, ia melakukan pembatal puasa.
Dalam Matan Safinatun Najah, Syekh Salim bin Sumair Al-Hadrami telah menyebutkan 6 hal yang tidak membatalkan puasa.
الذي لا يفطر مما يصل إلى الجوف سبعة أفراد ما يصل إلى الجوف بنسيان أو جهل أو إكراه وبجريان ريق بما بين أسنان وقد عجز عن مجه لعذره وما وصل إلى الجوف وكان غبار طريق وما وصل أليه وكان غربلة دقيق أوذبابا طائرا أونحوه
Artinya, “Yang tidak membatalkan di antara yang sampai ke dalam rongga perut ada tujuh perkara: (1) sesuatu yang sampai ke dalam rongga perut karena lupa; (2) sesuatu yang sampai ke dalam rongga perut karena tidak tahu; (3) sesuatu yang masuk ke dalam rongga perut karena dipaksa; (4) mengalirnya air liur bercampur sesuatu yang ada di sela-sela gigi, sementara orang yang mengalaminya tidak bisa memisahkan sesuatu tersebut karena sulit; (5) sesuatu yang masuk ke dalam rongga perut berupa debu; (6) perkara yang masuk ke dalam rongga perut berupa butiran-butiran tepung, lalat terbang yang tiba-tiba masuk, dan sejenisnya.” (Nawawi, Kasyifatus Saja Syarhu Safinatun Najah, halaman 114).
Dari petikan di atas, dapat dirinci kembali bahwa ada enam (6) hal yang tidak membatalkan puasa:
Pertama, sesuatu yang masuk perut karena lupa, baik berupa makanan maupun minuman. Bahkan, dalam praktiknya, tidak hanya makan dan minum, berjimak sekalipun, jika memang lupa tidak sampai membatalkan puasa. Artinya, siapa pun yang melakukan itu, puasanya tetap diteruskan sampai waktu berbuka.
Bahkan, Rasulullah menyebut makanan yang lupa dimakan orang berpuasa sebagai hadiah dari Allah:
مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ
Artinya, “Siapa saja yang lupa, sementara ia sedang berpuasa, kemudian ia makan atau minum, maka sempurnakanlah puasanya. Sebab, ia telah diberi makan dan minum oleh Allah.” (HR. Ahmad).
Kedua, sesuatu yang masuk perut karena tidak tahu. Hal ini mungkin jarang terjadi bagi orang yang sudah sering menunaikan ibadah puasa. Namun, mungkin saja terjadi pada orang yang sangat awam, jauh dari para ulama, atau baru masuk Islam. Contohnya menelan air saat berkumur, sementara ia melakukannya secara berlebihan.
Ketiga, sesuatu yang masuk ke dalam perut karena dipaksa. Dalam lingkungan dan situasi normal, hal ini juga jarang terjadi. Namun mungkin saja terjadi di lingkungan tertentu, seperti pegawai di hadapan atasan yang tidak satu keyakinan dan tidak toleran, kemudian ia dipaksa untuk membatalkan puasanya.
Kategori pemaksaan, jika tidak menuruti perintah, maka ia akan dianiaya, dilukai, dan kehilangan nyawa. Artinya, jika paksaan itu masih mungkin ditolak dan dihindari tidak termasuk kondisi yang mengharuskan seseorang batalkan puasanya.
Keempat, mengalirnya air liur bercampur sesuatu yang ada di sela-sela gigi. Ini mungkin saja terjadi di waktu pagi karena lupa gosok gigi atau berkumur kurang bersih. Akibatnya, dari sela-sela gigi ada sisa makanan yang keluar dan bercampur dengan liur. Jika masih mungkin dikeluarkan, maka sisa makanan tersebut harus dikeluarkan.
Namun, jika sangat sulit dipisahkan, maka tertelan pun tidak sampai membatalkan puasa. Begitu pun kasusnya seperti dahak. Hanya saja, jika sudah ada di rongga mulut, relatif mudah dimuntahkan, sehingga jika sengaja tertelan bisa membatalkan.
Dikecualikan jika dahak masih berada di tenggorokan atau di sebelah dalam makhraj huruf kha’, maka itu tidak masalah walau tertelan. Sama halnya dengan ingus, jika ia berada di rongga dalam hidung atau khaisyum, maka tidak masalah. Termasuk ke dalam kasus ini adalah bekas air wudhu atau darah sariawan. Selama yang bercampur ludah masih mungkin dikeluarkan, maka harus dikeluarkan. Namun, sudah dirasa sulit, maka tidak masalah walau tertelan. Kasus serupa juga terjadi pada orang yang terpaksa harus mencicipi masakannya. Maka ia boleh mencicipinya, selama bekasnya yang bercampur dengan liur yang masih mungkin dibuang, segera dibuang.
Kelima, sesuatu yang masuk rongga perut berupa debu, butiran tepung, atau asap. Di perjalanan, seorang yang berpuasa mungkin saja melewati jalanan berdebu. Sementara ia kesulitan menghindarinya, sehingga ada yang terhirup, maka hal itu tidak sampai batalkan puasa.
Keenam, sesuatu yang masuk perut berupa lalat. Saat mengendarai kendaraan roda dua tanpa helm, seseorang mungkin saja kesulitan menjaga benda-benda yang masuk ke dalam mulut, lubang hidung, atau matanya. Termasuk kotoran, lalat, dan serangga lainnya. Maka jika ada kotoran, lalat, atau serangga lain masuk ke rongga perut, selama bukan disengaja, maka tidak membatalkan puasa.
Selain enam (6) hal yang tidak membatalkan puasa ini, masih banyak pembatal lainnya yang bila dilakukan secara sengaja, diketahui, disadari dan kemauan sendiri, dapat membatalkan puasa. Sementara jika tidak disengaja, tidak diketahui, tidak disadari dan bukan kemauan sendiri, tidak membatalkan puasa. Contohnya muntah. Wallahu a’lam.
Sumber : NU Online