Foto : ilustrasi mengajar (canva.com) |
HARIANWANGON - Dalam mendidik siswa, guru tidak hanya dituntut mendidik aspek keilmuan dan keterampilan, namun juga mendidik sikap atau akhlak siswa. Hal ini juga sesuai dengan ajaran agama Islam bahwa mendidik akhlak itu penting, seperti halnya hadits Nabi
إنَّما بعثتُ لأتمِّمَ مَكارِمَ الأخلاقِ
Artinya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia. (HR Al Baihaqi)
Tujuan yang paling utama Nabi Muhammad SAW diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak. Sehingga mendidik dan menanamkan akhlak baik pada siswa harus menjadi tujuan utama yang harus tercapai. Salah satu akhlak yang baik adalah akhlak dalam perbuatan dan perlakuan terhadap sesama dan terhadap orang yang lebih tua.
Akhir-akhir ini mulai kembali marak kasus bullying (perundungan) di sekolah baik itu yang viral maupun yang tidak, namun jamak diketahui bahwa bullying di sekolah masih terus terjadi. Terdapat juga kasus lain yaitu sekumpulkan siswa membawa motor salah satu siswa menendang seorang nenek-nenek yang sedang berjalan direkam dan diunggah sendiri di sosial media salah satu rombongan siswa tersebut. Kasus-kasus ini dapat menjadi problem bersama yang harus dievaluasi dengan perbaikan sistem oleh para pendidik dan orang tua.
Pada kalangan remaja, melakukan perbuatan nakal atau perbuatan yang melanggar aturan adalah sesuatu yang keren. Sering didapati dalam tongkrongan remaja memamerkan perbuatan nakal tersebut untuk terlihat keren. Bahkan pada konten-konten youtuber juga tidak sedikit yang dengan bangga menceritakan kenakalan-kenakalan dan perbuatan melanggar aturan, sehingga seolah-olah hal tersebut adalah sesuatu yang keren dan lazim. Anggapan dan stigma ini yang harus diluruskan bersama oleh pendidik dan orang tua. Sehingga kasus kenakalan remaja dan bullying dapat dihindari atau berkurang.
Selain akhlak yang baik dalam perbuatan, harus dilengkapi juga akhlak yang baik dalam perkataan. Lisan merupakan wujud dari apa yang terdapat dalam diri seseorang, orang yang hatinya baik akan berbicara dengan baik, orang yang sering berkata kotor dan mengumpat maka hatinya juga tidak berisi kebaikan. Seperti penjelasan Syekh Uwais al-Arzanjani
أَنَّ الْكلَاَمَ لِفِي الْفُؤَادِ وَإِنَّمَا جَعَلَ اللِّسَانُ فِي الْفُؤَادِ دَليلًا
Artinya: Sesungguhnya ucapan itu ada di hati, dan lisan diwujudkan agar menjadi tanda apa yang ada di hati.
Namun dalam menanamkan akhlak yang baik guru dan orang tua masih mendapati banyak tantangan dan rintangan. Beberapa diantaranya yaitu:
Ketika Main Game Online
Game online kini banyak digemari oleh siswa pada semua usia, apalagi kini banyak anak yang mempunyai fasilitas smartphone yang kompatibel untuk aplikasi-aplikasi game online. Sering penulis jumpai sekumpulan anak-anak bergerombol asyik dengan game onlinenya. Pada saat bermain game online didapati anak-anak mengumpat atau mengucapkan kata yang kurang pantas, apalagi ketika bermain game yang satu tim maupun tim lawannya campur dari berbagai daerah dan berbagai usia, kata-kata yang tidak pantas mudah sekali 'menular' dan kemudian ditirukan oleh siswa dalam lingkungan siswa.
Video Youtube
Selain gemar bermain game online, untuk mengisi waktu luang dan berlatih tak-tik dalam bermain, anak-anak juga sering menonton video live streaming pada youtube chanel milik para gamer terkenal. Pada video streaming tersebut juga sering didapati kata-kata kotor yang diucapkan, entah itu tujuannya untuk mengumpat, mengungkapkan rasa kesal dan geram, maupun mengungkapkan kebahagiaan. Lebih sulit lagi apabila streamer game yang ditonton anak adalah streamer yang bertato dan bertindik, apabila siswa belum didasari nilai-nilai budaya dan akhlak yang baik, siswa akan menganggap bertato atau bertindik, berbicara kata-kata kasar dan tidak pantas adalah sesuatu yang keren pada kalangan siswa.
Pendidik mengalami kesulitan dalam menanamkan perilaku dan akhlakul karimah karena pengaruh konten sosial media yang dikonsumsi siswa sulit dikontrol. Serta anggapan keren jika berbuat nakal dan berkata kasar masih menjadi tren pada kalangan remaja. Jalan terjal ini harus diantisipasi oleh pendidik, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Jika sudah mengetahui sumber masalah pokok maka dalam membuat antisipasi dan solusi akan lebih tepat. Wallahu a'lam bis shawab
Sumber : https://jateng.nu.or.id/opini/jalan-terjal-guru-mendidik-akhlak-siswa-tTsK9