Sumber Gambar : jagobahasa.com |
HARIANWANGON - Wakil ketua Pengurus Cabang (PC) Aswaja NU Center (Asnuter) Sidoarjo, Farida Ulfi Na’imah turut mengomentari perbincangan yang hangat dikalangan publik baru-baru ini terkait childfree. Menurut Ning Ulfi, permasalah pada kasus ini adalah para penganut childfree menjadikan pemikirannya sebagai gerakan sosial secara terbuka dan massif atau mengkampanyekannya di ruang publik.
“Maka orang yang berniat membanggakan diri, apalagi dengan sikap merendahkan pilihan orang lain terkait hal ini tentu saja tidak diperbolehkan dalam Islam. Ini mencakup semua aspek, tidak hanya terkait keinginan tidak memiliki anak,” katanya saat dihubungi NU Online Jatim, Ahad (19/02/2023).
Disebutkan fitrah-fitrah dalam kehidupan manusia sangat beragam, di antaranya adalah keinginan mengembangkan potensi diri, memiliki rasa nyaman, kebebasan menentukan pilihan tertentu, ingin berkiprah membantu orang lain, dan melahirkan juga bagian dari fitrah manusia khususnya perempuan.
“Artinya jika melahirkan dan memiliki anak dianggap sebagai satu-satunya fitrah, maka memilih tidak memiliki anak dianggap menyalahi fitrah,” ucapnya.
Namun, jika seseorang menyadari fitrah manusia itu beragam, maka yang terjadi adalah konflik antar berbagai fitrah manusia. Konsekuensinya adalah pilihannya tersebut untuk kebaikan diri maupun orang lain, atau sebaliknya pilihannya justru akan menyusahkan diri dan merugikan orang lain.
“Childfree bisa menjadi berkah jika ia wujudkan dengan mengasuh anak-anak yang terlantar misalnya. Childfree sebagai pilihan individu, mungkin bukan pilihan yang ideal jika dibenturkan dengan norma-norma dalam Islam. Namun, ia tidak bisa dianggap haram, kecuali jika menjadikannya gerakan masif dengan merendahkan pilihan orang lain,” ujarnya.
Childfree menjadi santer kembali setelah Gita Savitri,salah satu pegiat sosial media mengeluarkan pernyataan saat ia dipuji awet muda, ia mengatakan bahwa diantara resep anti aging-nya adalah memilih untuk childfree. Childfree merupakan pilihan seseorang dengan pasangannya untuk mengarungi bahtera rumah tangga tanpa perlu memiliki anak sendiri.
“Dari sini bisa kita pahami bahwa, bisa jadi mereka menikah dan memutuskan tanpa memiliki anak dalam kehidupan mereka, tapi justru memilih untuk mengasuh anak orang lain atau malah tidak ingin mengasuh anak sama sekali,” tuturnya.
Menurut Ning Ulfi, selama pilihan itu bersifat individu tanpa ada paksaan dari pihak manapun adalah boleh.
"Jadi selama menjadi keputusan individu dan keduanya sadar dengan pilihan tersebut, maka boleh dan sama sekali tidak melanggar norma atau ajaran apapun dalam Islam," pungkasnya.\
Sumber : jatim.nu.or.id